Amal Cinta Al Aqsha – Gaza dalam risiko kelaparan besar akibat perang antara Israel dan Hamas yang tak berkesudahan. Bantuan kini masih dibatasi dan ada risiko tingkat kelaparan meningkat di wilayah utara.
Lembaga pemantau kelaparan global, Klasifikasi Fase Ketahanan Pangan Terpadu (IPC), menunjukkan bahwa lebih dari 495 ribu orang di seluruh Jalur Gaza menghadapi tingkat kerawanan pangan yang paling parah, atau pada level bencana.
”Jumlah tersebut turun dari perkiraan 1,1 juta pada data sebelumnya tiga bulan lalu, namun angka tersebut masih lebih dari seperlima populasi Gaza,” lapor Reuters, Rabu (26/6/2024), mengutip lembaga tersebut.
Dalam kondisi kerawanan pangan yang bersifat “bencana”, rumah tangga mengalami kekurangan pangan yang parah. Kondisi ini menyebabkan malnutrisi akut pada anak-anak, risiko kelaparan, dan kematian.
Penilaian IPC yang diterbitkan pada Selasa mengatakan bahwa untuk membeli makanan, lebih dari separuh rumah tangga Gaza yang disurvei harus menjual pakaian dan sepertiganya mengumpulkan dan menjual sampah. Lebih dari 20 persen dilaporkan tidak makan sepanjang siang dan malam.
Secara keseluruhan, sekitar 96 persen penduduk menghadapi kerawanan pangan akut tingkat tinggi hingga September.
1. Bantuan kemanusiaan di Gaza semakin berkurang
Pemantau yang didukung PBB tersebut juga mengatakan, pengiriman layanan makanan pada Maret dan April tampaknya telah mengurangi parahnya kelaparan di Gaza utara. IPC sebelumnya memperkirakan kemungkinan terjadinya kelaparan di wilayah itu.
Namun, serangan Israel di sekitar kota Rafah sejak awal Mei dan pengungsian lainnya telah menyebabkan kemunduran baru dalam beberapa pekan terakhir.
“Ruang kemanusiaan di Jalur Gaza terus menyusut dan kemampuan untuk memberikan bantuan secara aman kepada masyarakat semakin berkurang. Perkembangan saat ini negatif dan sangat tidak stabil,” kata laporan terbaru tersebut.
Komite Peninjau Kelaparan, sekelompok ahli yang meninjau temuan IPC, mengatakan bahwa ada penderitaan manusia yang luar biasa di Gaza dan risiko kelaparan tidak berkurang.
“Tekanan ekstrem terhadap kehidupan masyarakat selama delapan bulan membuat mereka lebih rentan jatuh ke dalam bencana kelaparan,” katanya.
2. Penutupan perbatasan di Gaza menyebabkan kelaparan meningkat
Serangan Israel di Rafah membuat perbatasan Gaza dengan Mesir ditutup. Kondisi ini bersamaan dengan penutupan penyebarangan Gaza dengan Israel di di Kerem Shalom. Kondisi ini membuat wilayah itu juga rentan.
“Gaza bagian selatan akan segera mencapai titik kritis yang dengan cepat mengarah pada kelaparan,” kata Komite Peninjau Kelaparan.
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, bahkan mengeluhkan terkait kondisi di Gaza saat ini. Baginya, Gaza kini tak ada bedanya dengan wilayah tanpa aturan.
“Situasi di Gaza menjadi situasi tanpa hukum. Sebagian besar truk bantuan kemanusiaan di Gaza sekarang dijarah karena ini adalah perang yang berbeda dari perang lainnya,” kata Guterres dilansir Middle East Monitor, Jumat (21/6/2024).
Ia juga mengatakan bahwa Israel bahkan enggan untuk mengawal pasukan PBB masuki Gaza karena dianggap tindakan yang tak pantas. Tak adanya penegakkan hukum di Gaza kini membuat wilayah itu menyulitkan pendistribusian bantuan kemanusiaan.
3. Konflik masih terus berlanjut
Konflik Israel dan Hamas di Jalur Gaza kini masih terus berlanjut. Dilansir Anadolu Agency, jumlah korban tewas di Gaza per 25 Juni mencapai 37.600 orang.
Pasukan Israel kini memfokuskan serangannya di Rafah, Gaza Selatan. Wilayah ini menjadi tempat pengungsian terakhir bagi warga Palestina.
Sementara itu, di Tepi Barat kondisinya juga semakin mencekam. Setidaknya 553 warga Palestina telah terbunuh. Sebanyak 133 anak-anak dan hampir 5.300 orang terluka akibat tembakan tentara Israel di Tepi Barat, menurut Kementerian Kesehatan Palestina. (ArG)
Sumber: idntimes.com