Senjata Makan Tuan, Kelangkaan Pangan Hantui Israel

share on:

Amal Cinta Al Aqsha – Pengadangan kapal-kapal menuju Israel di Laut Merah oleh kelompok Houthi di Yaman masih terus berlanjut. Tindakan itu disebut berpotensi memicu kelangkaan pangan yang parah di Israel.

Asosiasi Industri Pangan Israel memperingatkan kemungkinan kelangkaan pangan tersebut jika serangan Houthi terhadap kapal-kapal di Laut Merah terus berlanjut. “Ada risiko kelangkaan pangan secara mendadak akibat ancaman di Laut Merah di tengah perang Gaza yang tengah berkecamuk saat ini,” kata asosiasi itu seperti dikutip harian Maariv pada Selasa.

Mereka menyerukan langkah-langkah yang memastikan produksi pangan Israel tidak kurang dari 75 persen kebutuhan pangan negara itu. “Jika langkah-langkah ini tak diambil, dapat menyebabkan kelangkaan pangan yang parah pada masa perang dan darurat,” ujar asosiasi itu.

Kelangkaan pangan akibat agresi ke Gaza ini akan dilihat sebagai senjata makan tuan bagi pihak Israel. Pasalnya, sejumlah lembaga internasional menilai Israel menggunakan kelaparan sebagai senjata perang di Gaza dengan sengaja memutus akses masyarakat terhadap air dan makanan.

“Pasukan Israel dengan sengaja memblokade pengiriman air, makanan, dan bahan bakar, sementara dengan sengaja menghalangi bantuan kemanusiaan, tampaknya menghancurkan wilayah pertanian, dan merampas barang-barang yang sangat diperlukan oleh penduduk sipil untuk kelangsungan hidup mereka,” kata organisasi pegiat HAM, Human Rights Watch (HRW).

Sedangkan artikel di surat kabar Yedioth Ahronoth menyatakan bahwa perekonomian Israel sudah mulai merasakan dampak serius dari agresi ke Gaza. Terlebih setelah diketahui bahwa biaya finansial “selangit” dari perang yang berkecamuk di Jalur Gaza jauh lebih besar daripada perkiraan tentara penjajah. Estimasi itu tanpa memperhitungkan kemungkinan konfrontasi menyeluruh dengan Hizbullah di Lebanon.

Penulis Israel Yossi Yeshua menjelaskan, dalam artikel analitisnya, bahwa perdebatan saat ini mengenai kerugian dan cedera yang diderita tentara Israel selama perang Gaza memerlukan evaluasi ulang terhadap ruang lingkup perang, kekuatan senjata yang digunakan, dan pertimbangan strategis di daerah yang sulit. Dia menilai bahwa tentara Israel kini mengelola “ekonomi senjata” untuk memastikan kesiapannya menghadapi kemungkinan eskalasi di front utara.

Sementara Wall Street Journal mengutip pusat penelitian terkemuka Israel yang memperkirakan bahwa perekonomian Israel akan mengalami kontraksi sebesar 2 persen pada kuartal terakhir 2023. Hal ini sebagai akibat ratusan ribu pekerja dipindahkan karena perang di Gaza atau dipanggil sebagai tentara cadangan.

Surat kabar tersebut mengutip Taub Center for Social Policy Studies, sebuah pusat penelitian independen di Israel , yang mengatakan bahwa sekitar 20 persen angkatan kerja Israel telah absen dari pasar kerja sejak operasi pada bulan Oktober lalu. Angka ini naik dari 3 persen sebelum operasi tersebut dimulai.

Pusat tersebut mengatakan bahwa peningkatan tajam dalam pengangguran mencerminkan fakta bahwa sekitar 900.000 orang terpanggil untuk berperang, tetap tinggal di rumah untuk merawat anak-anak karena penutupan sekolah, dievakuasi dari kota-kota dekat perbatasan Lebanon dan Gaza, atau tidak dapat bekerja karena kerusakan parah pada industri mereka.

Ekspektasi terhadap pertumbuhan perekonomian Israel tahun depan telah menurun secara signifikan. Bank of Israel memperkirakan perekonomian akan tumbuh sebesar 2 persen, turun dari 6,5 persen. Sedangkan analis lain mengatakan bahwa perekonomian mungkin tidak akan tumbuh lebih dari 0,5 persen saja.

“Perbedaan besar dalam ekspektasi berasal dari ekspektasi berbeda mengenai durasi dan intensitas pertempuran,” kata Karnit Flug, wakil presiden penelitian di Institut Demokrasi Israel dan mantan gubernur Bank Israel.

Pada Ahad, 191,666 orang di Israel telah mengajukan tunjangan pengangguran sejak dimulainya Operasi Badai al-Aqsa pada 7 Oktober. Sedangkan institusi militer memanggil sekitar 360.000 tentara cadangan, yang merupakan pemanggilan terbesar sejak perang 1973.

Akibatnya, banyak warga Israel yang harus meninggalkan kehidupan dan pekerjaannya untuk ikut berperang, sehingga sangat berdampak pada sektor bisnis di sana.

Makin panas

Pengadangan kapal-kapal menuju Israel di Laut Merah oleh kelompok Houthi di Yaman makin memanaskan wilayah laut tersebut. Kelompok tersebut menjanjikan tak akan mengendurkan serangan sebelum Israel angkat kaki dari Gaza dan membuka jalur bantuan.

Milisi Houthi yang didukung Iran pada Selasa (27/12/2023)  mengaku bertanggung jawab atas serangan rudal terhadap sebuah kapal kontainer di Laut Merah dan atas upaya menyerang Israel dengan pesawat tak berawak.

MSC Mediterranean Shipping menyatakan tidak ada korban luka pada awak kapal akibat serangan terhadap kapalnya, United VIII, dalam perjalanan dari Arab Saudi menuju Pakistan. 

Dikatakan bahwa kapal tersebut telah memberitahu kapal perang angkatan laut koalisi terdekat bahwa mereka diserang dan melakukan manuver mengelak. Israel mengatakan secara terpisah bahwa pesawatnya telah mencegat sasaran udara musuh di wilayah Laut Merah.

Juru bicara militer Houthi Yahya Sarea dalam pidatonya di televisi mengatakan kelompok itu menargetkan kapal tersebut, yang diidentifikasi sebagai MSC United, setelah awak kapal gagal menanggapi peringatan. Dia juga mengatakan Houthi telah melakukan operasi militer yang menargetkan Pelabuhan Eilat dan wilayah lain di Israel. Dia tidak mengatakan apakah ada target yang berhasil dicapai.

Sedangkan jet tempur AS, kapal perusak angkatan laut dan aset lainnya menembak jatuh di Laut Merah 12 drone, tiga rudal balistik anti-kapal, dan dua rudal jelajah yang ditembakkan oleh Houthi, kata Komando Pusat AS. Tidak ada kerusakan pada kapal dan tidak ada korban luka yang dilaporkan, tulisnya di platform media sosial X.

Kelompok Houthi, yang menguasai sebagian besar wilayah Yaman termasuk ibu kota Sanaa, sejak bulan Oktober menyerang kapal-kapal komersial di Laut Merah yang mereka katakan memiliki hubungan dengan Israel atau sedang berlayar ke Israel. Hal itu sebagai bentuk solidaritas terhadap warga Palestina di Gaza.

Otoritas Operasi Perdagangan Maritim Inggris sebelumnya melaporkan dua insiden ledakan di Laut Merah di lepas pantai Yaman yang melibatkan rudal dan drone di dekat sebuah kapal. Tidak ada korban luka yang dilaporkan.

Insiden yang dilaporkan ini terjadi sepekan setelah Amerika Serikat mengumumkan inisiatif keamanan maritim multinasional di Laut Merah sebagai tanggapan atas serangan terhadap kapal oleh kelompok Houthi Yaman.

Beberapa perusahaan pelayaran telah menghentikan operasi melalui jalur air Laut Merah sebagai tanggapan atas serangan tersebut, dan melakukan perjalanan yang lebih jauh mengelilingi Afrika.

Kelompok Houthi telah bersumpah untuk melanjutkan serangan mereka sampai Israel menghentikan konflik di Gaza, dan memperingatkan bahwa mereka akan menyerang kapal perang AS jika kelompok milisi itu sendiri menjadi sasarannya. (ArG)

Sumber: Republika

share on: