Amal Cinta Al Aqsha – Media berbahasa Ibrani Channel 13 Israel, melaporkan pada Jumat (19/1/2024) kalau puluhan ribu pemukim Yahudi yang dievakuasi tentara Israel (IDF) dari wilayah Gaza menolak untuk kembali ke rumah mereka.
Seorang penduduk pemukiman Sderot, terletak kurang dari satu mil dari Gaza, yang dievakuasi, mengatakan kalau para pemukim “tidak akan kembali ke rumah mereka di Sderot dalam situasi saat ini.”
“Hal ini bukan hanya karena ancaman roket… tidak ada yang tahu apakah warga Palestina dari Gaza dapat mencapai kami. Tidak ada yang tahu di mana terowongan mereka berada,” kata pemukim tersebut kepada Channel 13 Israel dalam sebuah wawancara.
Penduduk tersebut menggambarkan betapa para pemukim Yahudi di permukiman mereka di sekitaran Jalur Gaza sudah sering diberitahu IDF kalau Hamas melemah secara moril dan militer.
“Saya telah tinggal di Sderot selama bertahun-tahun, dan saya tidak dapat menghitung berapa kali mereka memberi tahu kami bahwa Hamas merasa gentar.”
Sderot adalah salah satu pemukiman di wilayah Gaza yang diserbu oleh para milisi perlawanan Palestina saat berlangsungnya Operasi Banjir Al-Aqsa pada 7 Oktober.
Roket menghantam pemukiman tersebut pada awal serangan, ketika para milisi perlawanan Palestina berhasil masuk. Para milisi Hamas merebut kantor polisi Sderot dan menawan sekitar 30 anggotanya. Para milisi Hamas kemudian mengobarkan pertempuran 20 jam dengan pasukan Israel yang menewaskan semua polisi.
Militer Israel kemudian menghancurkan stasiun tersebut, merobohkannya hingga menimpa orang-orang di dalamnya.
Sejak dievakuasi pada bulan Oktober, Sderot dan permukiman di sekitar Gaza lainnya terus terkena serangan roket yang diluncurkan oleh perlawanan Palestina di Gaza.
Tak Mau Dibujuk Uang
Menurut surat kabar Ibrani Yedioth Ahronoth, pemerintah Israel menghadapi kesulitan besar dalam meyakinkan penduduk permukiman di sekitar Gaza untuk kembali ke rumah mereka.
Bulan lalu, lembaga penyiaran publik Israel KAN melaporkan kalau Tel Aviv menawarkan hibah keuangan kepada mereka yang bersedia kembali ke pemukiman yang terletak antara empat dan tujuh kilometer dari perbatasan Gaza.
Sebuah pertemuan diadakan antara Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan ketua dewan permukiman di wilayah Gaza pada 16 Januari, menurut laporan Channel 12.
“Para ketua dewan dilaporkan menuntut agar “proses kepulangan… ditunda atau diperpanjang hingga musim panas dan awal tahun ajaran baru, dan agar negara terus mendanai masa tinggal mereka di akomodasi sementara hingga saat itu,” kata The Times of Israel.
Netanyahu juga dilaporkan mengatakan kepada para ketua dewan selama pertemuan tersebut kalau perang berpotensi berlanjut hingga tahun 2025.
“Netanyahu mengatakan dia menerima permintaan mereka, berjanji bahwa bantuan keuangan kepada warga juga akan berlaku, dan menginstruksikan pejabat terkait untuk menyusun kerangka kerja yang diperlukan.”
Perlawanan Hamas Masih Sangat Sengit
Sementara itu, Brigade Qassam Hamas dan kelompok lain di Gaza masih belum mengalami kekalahan, mereka terus terlibat dengan tentara Israel dalam bentrokan sengit dan penyergapan mematikan di seluruh Jalur Gaza, termasuk di Gaza utara, di mana Israel telah mengumumkan pengurangan jumlah serangan.
Penurunan ini terjadi ketika para pejabat Israel membual kalau Hamas telah “dibongkar” di wilayah utara. Meskipun demikian, para milisi pembebasan Palestina pada faktanya masih mampu menembakkan serangan roket besar ke Israel dari Gaza utara.
Laporan Harian Lebanon Al-Akhbar, pada 19 Januari, mengutip sumber-sumber milisi perlawanan Palestina, mengatakan kalau operasi darat Israel tidak menghasilkan apa-apa – terutama di wilayah utara.
Laporan itu menambahkan, di wilayah utara, Hamas telah mampu mengisi kembali pasokannya dan membangun kembali barisannya.
“Dan sama seperti para pemukim Israel di wilayah Gaza yang menolak untuk kembali ke rumah mereka, demikian pula para pemukim di Israel utara, di mana ratusan ribu orang juga telah mengungsi akibat operasi Hizbullah di perbatasan Lebanon,” tulis laporan tersebut. (ArG)
Sumber: Tribunnews.com