ACA NEWS – Para jurnalis menilai telah terjadi bias media dalam pemberitaan soal serangan pasukan penjajahan Israel terhadap Palestina dan menyerukan agar praktisi media terus memupuk semangat anti penjajahan.
Hal tersebut mengemuka dalam Seminar, ‘Penjajahan Israel atas Palestina dalam Perspektif Media’ yang digelar Nusantara Palestina Center di Hotel Menara Peninsula, Jakarta pada Ahad (28/112021).
Redaktur Anadolu Agency, Muhammad Pizaro Novelan Tauhidi menyoroti sejumlah istilah seperti clash, tension, conflict, yang diproduksi media-media internasional bukanlah kata yang tepat dalam menjelaskan agresi Israel di tanah Palestina yang terjajah.
“Saat Israel melakukan serangan terhadap Masjid Al-Aqsha dan Gaza, media menyebutnya sebagai clash. Istilah ini keliru karena Israel melakukan kejahatan perang dan penjajahan terhadap bangsa Palestina,” ujarnya.
Dosen Prodi Hubungan Internasional di Universitas Al-Azhar Indonesia ini juga mengatakan banyak berita utama media-media juga menggambarkan peristiwa kekerasan pasukan Israel terhadap bangsa Palestina yang terjajah sebagai kejadian temporer dengan menulis “bentrokan antara warga Palestina dan polisi Israel meningkat dalam sepekan”.
“Story-story ini mengaburkan akar kekerasan Israel yang seolah-olah kejadian ini hanya insiden sementara dan bukan kekerasan structural,” ungkapnya.
Pizaro mengatakan mengatakan meskipun banyak media, pengamat, dan politisi terus menyajikan apa yang terjadi di Palestina dan Israel sebagai ‘konflik’, bahasa ini tetap harus diubah.
“Istilah konflik untuk menyebut penjajahan Israel atas Palestina tidak mencerminkan realitas yang sesungguhnya terjadi Israel adalah entitas adidaya di kawasan yang maju secara teknologi, kaya secara ekonomi, bersenjata nuklir dan mendapatkan dukungan dari AS dan negara-negara barat. Hal itu tidak seimbang dengan perlawanan faksi-faksi Palestina yang tidak menimbulkan ancaman riil bagi Israel,” terang dia.
Sementara itu, Redaktur Harian Republika Achmad Syalaby Ichsan yang juga menjadi pembicara dalam kesempatan ini menilai media barat telah gagal berlaku adil saat memotret ekstrimisme dalam penjajahan Israel di Palestina.
“Konflik Palestina-Israel coba dipotret sebagai perang simetsis antara dua kekuatan. Padahal yang terjadi adalah penjajahan,” ujarnya.
Dia pun menyampaikan agar para wartawan di Tanah Air untuk teliti dalam menerjemahkan berita dari luar negeri agar tidak menimbulkan bias dalam pemberitaan.
“Jadi perlu hati-hati dalam menerjemahkan berita dari luar. Saya juga meyakini para jurnalis di Indonesia masih memiliki spirit anti penjajahan,” ungkap.
Syalaby mengatakan meski masalah Palestina tak pernah absen dari pemberitaan rutin Republika, tim redaksi menilai harus ada suara optimisme pada masa-masa non perang. Jangan sampai bicara Palestina hanya melulu soal Perang, kata Syalaby.
“Salah satu yang menjadi andalan adalah bidang Pendidikan. Republika menulis beberapa profil warga Palestina yang sedang mengambil studi di Indoensia,” paparnya.
Syalaby mengatakan salah satu Gerakan nyata yang coba ditunjukkan Republika adalah melalui cover dukungan Palestina yang terbit pada 8 Desember 2017.
“Halaman muka Republika itu didesain istimewa sebagai dukungan moril bagi warga Palestina yang masih berjuang meraih kemerdekaan,” jelasnya. []