Amal Cinta Al Aqsha – Israel mengancam akan menyerang Kota Rafah di Jalur Gaza pada Bulan Ramadhan jika Hamas tak membebaskan para sandera. Hal itu dikemukakan oleh anggota Kabinet Perang Israel Benny Gantz pada Minggu (18/2/2024).
Ia mengatakan, Israel bakal melancarkan serangan darat ke Rafah bulan depan jika Hamas tidak membebaskan sandera yang masih ditahan di Gaza hingga awal Ramadan.
“Dunia harus tahu, dan para pemimpin Hamas harus tahu. Jika pada bulan Ramadhan para sandera kami tidak pulang, pertempuran akan terus berlanjut di mana-mana, termasuk di wilayah Rafah,” kata pensiunan kepala staf militer Israel itu dalam sebuah konferensi para pemimpin Yahudi Amerika di Yerusalem.
Ramadan adalah bulan suci umat Islam. Ramadhan pada tahun ini diperkirakan akan dimulai pada 10 Maret.
Pemerintah Israel sebelumnya tidak menetapkan tenggat waktu untuk serangan yang direncanakan terhadap kota Rafah.
Sementara itu, khawatir akan adanya korban jiwa, pemerintah asing dan organisasi bantuan telah berulang kali mendesak Israel untuk tidak menyasar Rafah.
Rafah, yang bebatasan langsung dengan Mesir, seperti diketahui telah menampung banyak pengungsi Palestina. Sebagian besar dari 1,7 juta orang Palestina di Gaza dilaporkan telah mencari perlindungan di sana.
Kota Rafah adalah besar terakhir di Gaza yang tidak diserbu oleh tentara Israel selama perang yang telah berlangsung selama empat bulan ini.
Meskipun tekanan internasional terus meningkat, termasuk seruan langsung dari Presiden AS Joe Biden, Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu bersikeras bahwa perang tidak dapat diselesaikan tanpa menekan Rafah.
Berbicara pada konferensi Yerusalem yang sama pada Minggu, Netanyahu memperbarui sumpahnya “untuk menyelesaikan pekerjaan mendapatkan kemenangan total” atas Hamas, dengan atau tanpa kesepakatan sandera.
Rencana serangan
Sebagaimana dikutip dari AFP, Gantz menerangkan, bahwa serangan ke Rafah akan dilakukan dengan cara yang terkoordinasi dan melalui pembicaraan dengan pihak Amerika dan Mesir untuk memfasilitasi evakuasi dan meminimalisir korban sipil sebanyak mungkin.
Namun, di mana warga sipil dapat dengan aman mengungsi dari Jalur Gaza yang terkepung masih belum jelas.
Komentar tersebut muncul setelah pembicaraan gencatan senjata selama berminggu-minggu gagal menghasilkan kesepakatan, dengan mediator utama Qatar mengakui pada akhir pekan lalu bahwa prospeknya meredup.
AS, sekutu utama dan pendukung militer Israel, telah mendorong gencatan senjata selama enam minggu dengan imbalan pembebasan 130 sandera yang diperkirakan masih ditahan di Gaza, termasuk sekitar 30 orang yang diduga tewas.
Israel mengatakan, bahwa mereka yakin banyak dari para sandera tersebut, dan juga para pemimpin Hamas, bersembunyi di Rafah.
Pasukan Hamas dilaporkan telah menyandera sekitar 250 orang selama serangan 7 Oktober yang memicu perang dan mengakibatkan kematian sekitar 1.160 orang di Israel selatan.
Serangan balasan Israel sendiri telah menewaskan sedikitnya 28.858 orang, sebagian besar perempuan dan anak-anak, menurut kementerian kesehatan wilayah Gaza yang dikuasai Hamas. (ArG)
Sumber: Kompas.com