Amal Cinta Al Aqsha – Pemimpin oposisi Israel yang bernama Yair Lapid memarahi dan mengecam Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Sebelumnya, beredar kabar dugaan tindak penghasutan untuk melawan Netanyahu. Namun, Lapid membantahnya.
Dikutip dari Anadolu Agency, Lapid menyindir keras rapat pemerintah Israel selama 2 jam yang hanya ditujukan untuk membahas dugaan hasutan itu.
“Dua jam diskusi dalam pemerintahan tentang hasutan untuk melawan dia. Tidak ada 2 jam diskusi tentang 101 korban di Kibbutz Bari. Tidak ada 2 jam diskusi tentang dibukanya tahun ajaran baru di utara tanggal 1 September,” kata Lapid melalui media sosial X pada hari Senin, (15/7/2024).
“Pantaskah 2 jam berdiskusi untuk membahas hasutan itu? Apakah itu satu-satunya hal yang penting?” tanya dia.
Lapid menyebut Netanyahu sebagai seorang “pengecut.
“Netanyahu bukanlah korban, dia cengeng dan pengecut. Setiap tentara di Gaza lebih terancam daripada dia.”
Di samping itu, Lapid menuding Netanyahu tengah menyiapkan “mesin racun” dan “mesin penghasut” yang kini mulai mengambil alih semua media di israel.
“Mengeluh bahwa mereka menghasut untuk melawannya,” ujar pemimpin oposisi itu.
Bahayakan keamanan nasional
Bulan lalu Lapid juga menuding Netanyahu membahayakan keamanan nasional Israel serta mengkhianati tentara Israel yang kini melawan Hamas di Gaza.
Tudingan itu dilontarkan menjelang rapat pemerintah untuk membahas UU wajib militer baru.
“Besok Komite Urusan Luar Negeri dan Keamanan akan memulai diskusi mengenai UU tentang penghindaran dan penolakan wajib militer. Ini adalah pengkhianatan terhadap para tentara, pengkhianatan terhadap tentara cadangan, pengkhianatan terhadap kelas menengah Israel, dan pengkhianatan terhadap IDF,” kata Lapid di X hari Senin, (17/6/2024).
“Pemerintah Israel membahayakan keamanan negara. Netanyahu mengorbankan para tentara kita.”
Dilansir dari I24 News, Lapid saat rapat faksi Partai Yesh Atid meminta koalisi anggota dewan untuk bergabung dengannya.
Dia mengimbau mereka untuk mengesahkan UU wajib militer yang “nyata dan efektif”.
“Sehingga para tentara kita tahu bahwa Knesset Israel (parlemen) berada di belakang mereka.”
Sejak perang di Gaza meletus pada bulan Oktober 2023, militer Israel terus mendaftarkan tentara cadangan untuk berdinas dalam kemiliteran.
Pada saat yang sama, koalisi di Israel berupaya mengamankan kebijakan yang isinya tidak mengikutsertakan kaum ultraortodoks dalam militer reguler.
Upaya ini muncul setelah ada tekanan dari pihak ultraortodoks dalam pemerintahan Israel.
Pihak itu mengancam akan keluar dari pemerintahan jika kebijakan tersebut diubah.
“Setiap hari tentara tewas. Sejak kita bertemu di sini Senin lalu, kita sudah punya 16 tentara yang tewas, yang menyerahkan hidupnya demi negara ini,” ujar dia.(ArG)
Sumber: Tribunnews.com