Apa yang Terjadi jika Israel Kalah dalam Sidang Genosida di Mahkamah Internasional?

share on:

Amal Cinta Al Aqsha –Sidang pertama mengenai kasus genosida Israel yang dilayangkan Afrika Selatan digelar di Mahkamah Internasional, Den Haag, Belanda, pada Kamis (11/1/2024) 

Dilansir dari Reuters, sidang ini berlangsung selama dua hari, yakni pada Kamis (11/1/2024) dan Jumat (12/1/2024).

Dalam sidang pertama, Afrika Selatan telah menyajikan berbagai bukti terkait gugatan kasus genosida Israel yang sudah mereka ajukan sejak 9 November 2023 silam.

Salah satunya adalah jumlah korban meninggal dunia akibat perang Hamas-Israel mencapai lebih dari 23.000 orang. Berbekal dari bukti tersebut, Afrika Selatan meminta kepada pengadilan untuk memerintahkan Israel menghentikan tindakan genosida di Gaza.

Lantas, apa yang akan terjadi jika Israel kalah dalam Mahkamah Internasional?

Jika Israel Kalah

Hari ini, Jumat (12/1/2024), delegasi Israel akan menyampaikan argumen mereka terkait gugatan kasus genosida dalam persidangan Mahkamah Internasional. Oleh sebab itu, sampai saat ini, pengadilan masih belum mengambil keputusan pasti terkait hasil akhir dari persidangan tersebut, dikutip dari Aljazeera.

Akan tetapi, jika mayoritas suara menganggap Israel memang terbukti melakukan pelanggaran hukum internasional, mereka wajib melakukan apa yang telah diputuskan Mahkamah Internasional, yaitu menghentikan tindakan genosida di Gaza.

Diketahui, keputusan Mahkamah Internasional bersifat mengikat dan tidak dapat diajukan banding. Sayangnya, keputusan Mahkamah Internasional tidak memiliki kekuatan penegakan hukum yang nyata.

Kondisi ini bisa menjada masalah bagi Afrika Selatan. Meski demikian, Afrika Selatan berhak meminta sanksi kepada Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), jika Israel menolak.

Kemungkinan dilindungi oleh Amerika Serikat Akan tetapi, AS dapat melindungi Israel dari hukuman ini, karena mempunyai hak veto sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB.

Hal ini telah dilakukannya berkali-kali. Sejak tahun 1945, AS telah memveto 34 dari 36 rancangan resolusi DK PBB terkait konflik Israel-Palestina.

“Ini adalah salah satu alasan mengapa penting untuk tidak terlalu memikirkan keputusan Mahkamah Internasional, melainkan lebih memikirkan proses itu sendiri,” ucap Direkrut Institut Tahrir untuk Kebijakan Timur Tengah di Washington, Mai El-Sadany.

Mai menambahkan, akan lebih berguna jika memberikan tekanan internasional pada Israel untuk menghentikan perang.

“(Hal ini) dapat berdampak signifikan terhadap akuntabilitas dalam bentuk yang berbeda, baik dengan mendokumentasikan pengalaman para korban dan mempermalukan pelaku,” jelas dia. (ArG)

Sumber: Kompas.com

share on: