Amal Cinta Al Aqsha – Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengatakan pihaknya akan tetap menyerang Kota Rafah, Gaza, Selasa (30/4) waktu setempat.
Dilansir Reuters, rencana ini memunculkan kekhawatiran internasional soal nasib lebih dari satu juta warga Palestina yang berlindung di sana.
Padahal saat ini, perundingan gencatan senjata dan pembebasan sandera sedang berlangsung antara Israel dan Hamas; dengan Amerika Serikat, Qatar, serta Mesir sebagai mediator. Namun menurut Netanyahu, dengan atau tanpa kesepakatan, Israel akan tetap menyerang kota perbatasan Rafah.
Niat Netanyahu ini lalu dikecam sejumlah pihak, termasuk Prancis. Menteri Luar Negeri Prancis, Stephane Sejourne, mengatakan kepada Netanyahu bahwa menyerang Rafah adalah ide buruk dan tidak akan menghasilkan resolusi apa pun dalam konflik di Gaza.
“Melakukannya adalah ide yang buruk. Ada terlalu banyak ketidakpastian soal masalah kemanusiaan di sana,” kata Sejourne kepada Netanyahu saat keduanya bertemu di kantor perdana menteri di Yerusalem, dilansir Reuters, Rabu (1/5).
Hal senada juga diungkapkan oleh Kepala Kemanusiaan PBB, Martin Griffiths, dalam pernyataan tertulisnya. Menurutnya operasi darat di Rafah hanya akan menjadi sebuah tragedi yang mengerikan.
“Kebenaran yang paling sederhana adalah, operasi darat di Rafah akan menjadi sebuah tragedi yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, dan tidak ada rencana manusia yang bisa melawan [munculnya akibat itu],” kata Griffiths dilansir AFP.
Bahkan, kata Griffiths, seluruh negara di dunia, termasuk AS, telah menyerukan agar Kota Rafah yang kini dihuni jutaan pengungsi itu diselamatkan. Namun Israel tetap ngotot ingin menjalankan operasi darat besar-besaran di sana.
“Bagi lembaga-lembaga yang berjuang [di Palestina] untuk memberikan bantuan kemanusiaan meski terjadi permusuhan aktif [dari Israel], invasi darat ini akan jadi pukulan hebat yang membawa bencana. Padahal kita sedang berlomba untuk mencegah kelaparan dan kematian,” ungkap Griffiths. (ArG)
Sumber: Kumparannews