Amal Cinta Al Aqsha – Palestina kembali batal menjadi anggota penuh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam sidang pemungutan suara oleh Dewan Keamanan PBB, Kamis (18/4/2024). Palestina sebelumnya diusulkan menjadi anggota penuh PBB oleh Aljazair.
Atas usulan itu, Dewan Keamanan PBB kemudian mengadakan pemungutan suara yang diikuti oleh China, Perancis, Rusia, Inggris, Amerika Serikat, serta 10 anggota tidak tetap yang dipilih Majelis Umum untuk dua tahun masa jabatan.
Anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB saat ini ialah Aljazair, Ekuador, Guyana, Jepang, Malta, Mozambik, Korea Selatan, Sierra Leone, Slovenia, dan Swiss.
Dalam pemungutan suara tersebut, 12 negara setuju, sementara Swiss dan Inggris abstain. Namun, AS menggunakan hak veto menolak usulan agar Palestina menjadi anggota tetap PBB.
Penolakan ini membuat Dewan Keamanan gagal merekomendasikan Majelis Umum PBB mengadakan pemungutan suara bagi seluruh negara anggota yang mengizinkan Palestina bergabung sebagai anggota penuh.
Lantas apa alasan AS tolak keanggotaan penuh Palestina di PBB?
Alasan AS berikan hak veto
Wakil Duta Besar AS Robert Wood mengatakan, penggunaan hak veto tersebut tidak mencerminkan penolakan terhadap negara Palestina.
Namun, veto diberikan karena dia meyakini pengakuan kepada negara Palestina hanya terjadi melalui negosiasi langsung antara kedua pihak yang berkonflik, yakni Palestina dan Israel.
“Prinsip kami tidak berubah,” kata Robert Wood diberitakan NPR.
“Ini tentang, menurut Anda, apa cara terbaik untuk mencapai solusi dua negara? Pandangan kami adalah bahwa melakukan pemungutan suara saat ini tidak akan mencapai tujuan tersebut,” jelasnya.
AS menyatakan dukungan terhadap penerapan solusi dua negara yang dapat menghasilkan perjanjian perdamaian.
Dia juga meminta Israel melindungi kehidupan warga sipil di Gaza, tapi menyalahkan Hamas karena menolak proposal Israel selama negosiasi gencatan senjata.
“Kami juga akan melanjutkan diplomasi langsung untuk mengadvokasi normalisasi hubungan antara Israel dan negara tetangganya, serta politik menuju solusi dua negara sehingga Palestina dan Israel dapat hidup berdampingan dengan damai,” kata Wood.
Namun, dia juga menilai Palestina belum memenuhi kriteria untuk dianggap sebagai sebuah negara sekaligus memenuhi kriteria keanggotaan PBB. Pasalnya, dia menyebut Hamas masih mengerahkan kekuatan dan pengaruhnya di Jalur Gaza.
Menurutnya, AS meminta Palestina untuk melakukan reformasi dengan menjadi negara dan melarang Hamas menggunakan kekuatan dan pengaruhnya di Gaza.
Namun, karena Hamas masih ada di negara itu, dia memilih tidak mendukung usulan Dewan Keamanan PBB.
Daripada memberikan keanggotaan di PBB, katanya, AS sedang berupaya mendorong gencatan senjata yang segera dan berkelanjutan di Gaza.
“Kami berkomitmen untuk mencapai langkah-langkah yang kredibel, terikat waktu, dan tidak dapat diubah menuju solusi dua negara,” katanya.
Posisi Palestina di PBB
Duta Besar Aljazair untuk PBB Amar Bendjama menyatakan, pengakuan perlu diberikan sebagai langkah penting untuk memperbaiki ketidakadilan yang sudah berlangsung lama.
”Perdamaian akan datang dari keterlibatan Palestina, bukan dari pengecualiannya,” kata perwakilan yang mengusulkan keanggotaan Palestina itu, dikutip dari AP News.
Sebelum diusulkan oleh Aljazair, Palestina pernah menyampaikan permintaan keanggotaan penuh PBB Pada 2011. Dewan Keamanan tidak melakukan pemungutan suara atas permohonan tersebut setelah AS mengatakan akan memvetonya.
Karena gagal, Palestina lalu mengirimkan permintaan ke Majelis Umum PBB. Hasilnya, lebih dari dua pertiga anggota setuju menaikkan status Palestina menjadi negara pengamat non-anggota PBB sejak 2012.
Meski bukan anggota tetap, ini membuat Palestina dapat bergabung dengan PBB dan organisasi internasional lain seperti Pengadilan Kriminal Internasional.
Jika Dewan Keamanan merekomendasikan Palestina menjadi anggota penuh ke Majelis Umum, dua pertiga dari total 193 anggota PBB harus menyetujui agar Palestina menjadi anggota tetap.
Ada kemungkinan, Majelis Umum akan menyetujui permohonan keanggotaan Palestina. Ini karena terdapat dukungan bagi Palestina di antara negara luar AS dan sekutunya.
Diperkirakan, 140 dari 193 negara anggota PBB mendukung pembentukan negara Palestina. Jumlah ini lebih dari syarat dukungan yang dibutuhkan agar sebuah resolusi disahkan PBB.
Hukum internasional mensyaratkan, negara harus memiliki wilayah tertentu, populasi permanen, pemerintahan, dan kemampuan untuk menjalin hubungan internasional. Syarat inilah yang membuat suatu negara dapat menjadi anggota resmi PBB. (ArG)
Sumber: Kompas.com