Penjualan McDonald’s Lesu, Imbas Boikot Massal di Timur Tengah

share on:

Amal Cinta Al Aqsha – McDonald’s melaporkan target penjualan untuk pertama kalinya meleset dalam kurun empat tahun. Dalam laporannya, Senin (5/2/2024) kondisi ini disebabkan lesunya pertumbuhan penjualan di Timur Tengah, Cina, dan India. 

Bulan lalu, CEO McDonald’s, Chris Kempczinski pernah mengungkapkan adanya dampak besar pada bisnis McDonald’s di pasar Timur Tengah dan sejumlah wilayah di luar kawasan tersebut karena isu konflik Israel-Hamas. 

Ia mengeklaim, penyebab lainnya adalah informasi yang salah mengenai brand McDonald’s. McDonald’s memang termasuk di antara merek-merek Barat yang menjadi sasaran kampanye dan boikot anti-Israel. Aksi boikot dilakukan karena McDonald’s dianggap pro-Israel.  

Pekan lalu nasib yang sama dialami Starbucks. Mereka memangkas target penjualan tahunan mereka. Di antara faktor yang menjadi pertimbangan adalah terpuruknya penjualan dan lalu lintas konsumen di gerai-gerai kopi mereka di Timur Tengah. 

Dalam kasus menurunnya penjualan di Cina, pasar kedua terbesar bagi McDonald’s disebabkan oleh belanja konsumen yang masih tetap rendah. Padahal muncul kebijakan-kebijakan Pemerintah Cina untuk menstimulasi belanja masyarakatnya. 

Sebelumnya, Starbucks juga mengungkapkan pemulihan penjualan di Cina lebih lamban dari yang diharapkan. Selain di Cina, pendapatan McDonald’s di India untuk pertama kalinya mengalami penurunan dalam kurun tiga tahun. 

Perusahaan yang berbasis di AS ini juga mulau menunjukkan tanda-tanda pelemaan. Perputaran di gerai-gerai McDonald’s di AS anjlok 13 persen pada Oktober tahun lalu, ini merujuk Placer.ai data yang dikutip Wells Fargo. 

Kemudian, turun 4,4 persen pada Novemeber. Sedangkan pada Desember mengalami penurunan sebesar 4,9 persen. 

Kampanye boikot

Kampanye boikot produk dan perusahaan yang memberikan dukungan terhadap Israel membuahkan hasil. Pada suatu malam di Kairo, Mesir, terlihat seorang pekerja membersihkan meja-meja restoran McDonald’s yang terlihat kosong.

Di cabang lain jaringan restoran makanan cepat saji yang berlokasi di ibu kota Mesir itu juga tampak sepi. Jarang pembeli. Reuters, Rabu (22/11/2023) menyebut itu semua akibat kampanye boikot akar rumput yang dilakukan secara masif dan luas.

Boikot ditempuh sebagai respons atas serangan besar militer Israel terhadap Gaza. Paling tidak, merek-merek Barat merasakan benar dampak besar seruan boikot di Mesir dan Yordania. Tampak tanda-tanda yang sama di negara Arab lainnya, termasuk Kuwait dan Maroko.

Namun, dampak tak kentara terlihat di Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA). Sejumlah perusahaan yang menjadi target boikot selama ini dipandang menyatakan sikap mendukung Israel dan lainnya diyakini memiliki keterkaitan keuangan dengan Israel atau berinvestasi di sana.

Bersamaan dengan berlangsungnya kampanye yang terus bergulir, seruan boikot menyebar luas di media sosial. Di sana, muncul postingan yang memuat daftar puluhan perusahaan dan produk yang memiliki kaitan dengan Israel.

Maka kemudian, konsumen mulai beralih ke produk lainnya sebagai alternatif, terutama menggunakan produk lokal sebagai pengganti. Di Mesir, karena ketatnya pembatasan untuk berunjuk rasa, sebagian warga menganggap boikot merupakan langkah tepat.

Melalui kampanye boikot, mereka merasa inilah langkah terbaik yang bisa mereka lakukan agar suaranya didengar. ‘’Saya rasa, meski tak berdampak masif terhadap perang, ini cara yang paling bisa kita lakukan,’’ kata warga Kairo, Reham Hamed (31 tahun).

Ia memboikot jaringan produk makanan cepat saji yang berasal dari AS dan sejumlah produk kebersihan. Di Yordania, warga pendukung boikot kadang-kadang memasuki Starbucks dan McDonald’s yang telah jarang didatangi pelanggan menyarankan untuk beralih bisnis saja.

Sejumlah video yang memperlihatkan pasukan Israel mencuci pakaian mereka dengan merek deterjen terkenal, kemudian mengajak masyarakat yang melihat video tersebut memboikot merek deterjen tersebut. Dan tampaknya itu ampuh.

‘’Tak seorang pun membeli produk-produk tersebut,’’ ujar Ahmad al-Zaro, kasir di sebuah supermarket di ibu kota Yordania, Amman. Sebagai gantinya, menurut dia, pelanggannya membeli merek-merek produk lokal. (ArG)

Sumber: Republika.co.id

share on: