Amal Cinta Al Aqsha – Pendanaan untuk badan PBB yang menangani warga Palestina di Gaza, UNRWA, telah ditangguhkan. Apa sebabnya dan apa dampaknya?
Namun, sebelum ke sana, simak penjelasan apa itu UNRWA dan bagaimana lembaga itu didanai.
Apa itu UNRWA?
UNRWA adalah singkatan dari United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East atau Lembaga Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat.
Lembaga tersebut mengelola sekolah, layanan sosial, pusat kesehatan dan mendistribusikan bantuan makanan kepada 5,9 juta pengungsi Palestina di Gaza, Tepi Barat yang diduduki termasuk Yerusalem Timur, ditambah Lebanon, Suriah, dan Yordania.
Kapan UNRWA didirikan?
UNRWA didirikan pada 1949 untuk membantu pengungsi Palestina setelah pembentukan negara Israel dan perang tahun 1948.
Sedikitnya 750.000 warga Palestina melarikan diri atau terpaksa meninggalkan tanah mereka dalam peristiwa yang mereka sebut Nakba atau “bencana”.
Lembaga tersebut mengatakan, telah berkontribusi pada “kesejahteraan dan pembangunan manusia bagi empat generasi pengungsi Palestina”.
Bagaimana cara UNRWA memperoleh pendanaan?
Sebagian besar pendanaan untuk UNRWA berasal dari kontribusi sukarela dan sumbangan dari negara-negara donor.
Donor terbesar adalah Amerika Serikat, yang menyumbang 343,9 juta dollar AS (Rp 5,42 triliun) pada 2022. Adapun Jerman adalah negara penyumbang terbesar kedua dengan kontribusi 202,1 juta dollar AS (Rp 3,19 triliun). Kedua negara ini menyumbang hampir setengah dari seluruh pendanaan UNRWA yang mencapai 1,17 miliar dollar AS (Rp 18,46 triliun).
Apa yang UNRWA lakukan di Gaza?
UNRWA mengelola tempat penampungan bagi para pengungsi dan mendistribusikan satu-satunya akses bantuan yang diizinkan masuk oleh Israel.
Lebih dari itu, lembaga ini juga menyediakan infrastruktur dan fasilitas penting untuk kehidupan sehari-hari yang sangat kurang di Gaza akibat siklus kekerasan, pengepungan, pemiskinan yang tidak ada habisnya.
UNRWA menjalankan fasilitas kesehatan dan pendidikan di Gaza, termasuk pusat pelatihan guru dan hampir 300 sekolah dasar. Mereka juga memproduksi buku pelajaran untuk mendidik generasi muda Palestina.
Di Gaza saja, badan ini mempekerjakan sekitar 13.000 orang. Sebagai lembaga PBB terbesar yang beroperasi di Gaza, UNRWA berperan penting dalam upaya kemanusiaan.
UNRWA juga menjadi sasaran politis dari berbagai pihak selama bertahun-tahun. Keberadaan mereka dikritik oleh Israel karena dianggap memperkuat status warga Palestina sebagai pengungsi, dan mendorong harapan orang-orang Palestina untuk mendapatkan hak untuk kembali ke tempat mereka terusir pada 1948 atau selama perang.
Nasib para pengungsi ini telah menjadi topik utama dalam konflik Arab-Israel. Banyak warga Palestina memimpikan kembali ke Palestina yang bersejarah, yang sebagian wilayahnya kini berada di Israel.
Sementara itu, Israel menolak klaim tersebut dan sering mengkritik pembentukan UNRWA karena mengizinkan status pengungsi diwariskan.
Bagaimana situasinya sejak perang di Gaza?
Sejak Israel melancarkan serangan di Gaza, UNRWA adalah satu dari sedikit lembaga bantuan internasional yang masih bisa beroperasi di kawasan itu.
Sebagian besar dari 2,3 juta penduduk Gaza telah mengungsi ke selatan dan setidaknya 1,7 juta warga Palestina berlindung di fasilitas UNRWA.
Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas mengatakan, lebih dari 26.000 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak, telah terbunuh sejak Israel melancarkan serangan udara dan invasi darat sebagai pembalasan atas serangan 7 Oktober.
Sebelumnya, 500 truk masuk ke Gaza setiap hari dan sekarang jumlahnya berkurang menjadi sekitar 200 truk.
Rekaman-rekaman video menampilkan orang-orang yang memanjat truk bantuan yang berhasil masuk ke Gaza. PBB mengatakan, dua juta orang membutuhkan bantuan makanan.
UNRWA juga mengatakan, sedikitnya 142 stafnya di Gaza tewas.
Mengapa pendanaan UNRWA ditangguhkan?
Lebih dari sepuluh negara, termasuk AS dan Jerman, telah menangguhkan pendanaan UNRWA menyusul tuduhan intelijen Israel bahwa setidaknya 12 anggota UNRWA terlibat dalam serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober, yang menewaskan lebih dari 1.200 warga Israel dan lebih dari 240 orang disandera di Jalur Gaza.
Direktur Komunikasi UNRWA, Juliette Touma, mengatakan kepada BBC bahwa tuduhan tersebut “sangat serius” dan mereka telah mengambil “tindakan luar biasa” dengan memecat para staf.
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, mengatakan bahwa dia “ngeri” dengan tuduhan tersebut, namun mengimbau negara-negara pendonor untuk “menjamin kelangsungan operasi UNRWA”.
“Dari 12 orang yang terlibat, sembilan orang segera teridentifikasi dan telah diberhentikan oleh Komisaris Jenderal UNRWA, Philippe Lazzarini; satu orang dipastikan dan identitas dua orang lainnya sedang diklarifikasi,” kata Guterres pada Minggu.
Dia mengatakan bahwa Gaza tidak boleh terkena sanksi, dan dengan pendanaan yang tersedia saat ini, berarti pada Februari mendatang UNRWA tidak akan mampu memenuhi kebutuhan dua juta warga sipil yang menggantungkan hidupnya dari bantuan.
Komisaris Jenderal Philippe Lazzarini telah mengeluarkan pernyataan tegas mengenai pemotongan dana tersebut. “Warga Palestina di Gaza tidak membutuhkan hukuman kolektif tambahan ini,” katanya. “Ini menodai kita semua.”
Bagaimana dampaknya bagi warga Gaza?
Komisaris Jenderal UNRWA Philippe Lazzarini mengatakan, bantuan yang menopang kelangsungan hidup sekitar dua juta warga Gaza dapat berakhir karena sejumlah negara Barat menangguhkan pendanaannya akibat dugaan tersebut.
Direktur Komunikasi UNRWA, Juliette Touma, mengatakan kepada BBC bahwa pihaknya “sangat putus asa” mengingat jutaan warga Palestina di Gaza menggantungkan hidup dari bantuan UNRWA.
“Kami sangat putus asa. Hal ini terjadi pada saat kebutuhan kemanusiaan di Gaza semakin meningkat,” katanya, seraya menambahkan bahwa dia baru saja mengunjungi wilayah tersebut minggu lalu.
“Orang-orang terus mengungsi. Orang-orang kelaparan. Waktu berjalan begitu cepat menuju kelaparan.”
“Kami melakukan segala yang kami bisa untuk mencegah kelaparan. Namun kekurangan dana yang kami hadapi saat ini, ketika setidaknya 10 donor terbesar menghentikan sementara pendanaan, akan berdampak sangat buruk dan sangat serius terhadap operasi kemanusiaan terbesar di Gaza saat ini.”
Hal ini juga dapat berdampak signifikan terhadap keseluruhan 5,3 juta pengungsi Palestina yang terdaftar di dalamnya.
Sementara di Gaza, lebih dari 26.000 orang telah tewas sejak Israel melancarkan operasi militer besar-besaran, menurut catatan Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas. Mayoritas korban adalah perempuan dan anak-anak.
Apa respons negara-negara Barat?
Penasihat Keamanan Nasional AS, John Kirby, telah menekankan bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh segelintir staf “tidak boleh membuat keseluruhan lembaga terganggu”, yang menurutnya telah “membantu menyelamatkan ribuan nyawa di Gaza.”
“Mereka melakukan pekerjaan penting,” kata Kirby.
Namun AS, sebagai pendonor terbesar yang menyumbang sekitar 340 juta dollar AS pada 2022, adalah salah satu negara yang turut menangguhkan pendanaannya.
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Jepang mengatakan bahwa mereka “sangat prihatin dengan dugaan keterlibatan staf UNRWA dalam serangan teror terhadap Israel” ketika mengumumkan keputusannya pada Jumat (26/1/2024) malam.
Jepang “sangat mendesak” UNRWA untuk menyelidiki tuduhan tersebut “dengan cepat dan menyeluruh”.
Austria juga memutuskan hal serupa dan menyerukan “penyelidikan yang komprehensif, cepat dan menyeluruh atas tuduhan tersebut”.
Sebelumnya pada Jumat, seorang penasihat Perdana Menteri Israel mengatakan kepada BBC bahwa serangan Hamas pada 7 Oktober melibatkan “orang-orang yang digaji (UNRWA)”.
Mark Regev mengeklaim ada pula informasi yang menunjukkan bahwa para guru yang bekerja di sekolah UNRWA “secara terbuka merayakan” serangan 7 Oktober. (ArG)
Sumber: Kompas.com